PROSEDUR AHP
Terdapat tiga prinsip utama dalam pemecahan masalah dalam AHP menurut Saaty, yaitu: Decompositiot, Comparative Judgement, dan Logical Concistency. Secara garis besar prosedur AHP meliputi tahapan sebagai berikut:
1) Dekomposisi masalah;
2) Penilaian/pembobotan untuk membandingkan elemen-elemen;
3) Penyusunan matriks dan Uji consistensi;
4) Penetapan prioritas pada masing-masing hirarki;
5) Sistesis dari prioritas; dan
6) Pengambilan/penetapan keputusan. Berikut uraian singkatnya.
Dekomposisis Masalah/Menyusun Hirarki
Dekomposisi masalah adalah langkah dimana suatu tujuan (Goal) yang telah
ditetapkan selanjutnya diuraikan secara sistematis kedalam struktur
yang menyusun rangkaian sistem hingga tujuan dapat dicapai secara
rasional. Dengan kata lain, sutu tujuan (goal) yang utuh, didekomposisi
(dipecahkan) kedalam unsur penyusunnya. Apabila unsur tersebut
merupakan kriteria yang dipilih seyogyanya mencakup semua aspek penting
terkait dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun kita harus tetap
mempertimbangkan agar kriteria yang dipulih benar-benar mempunyai makna
bagi pengambilan keputusan dan tidak mempunyai makna atau pengertian
yang yang sama, shingga walaupun kriteria pilihan hanya sedikit namun
mempunyai makna yang besar terhadap tujuan yang ingin dicapai. Setelah
kriteria ditetapkan, selanjutnya adalah menentukan alternatif atau
pilihan penyelesaian masalah. Sehingga apabila digambarkan kedalam
bentuk bagan hierarki seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Hirarki utama (Hirarki I) adalah tujuan/ fokus/ goal yang akan dicapai atau penyelesaian persoalah/ masalah yang dikaji. Hierarki kedua (Hirarki II) adalah kriteria, kriteria apa saja yang harus dipenuhi oleh semua alternatif (penyelesaian) agar layak untuk menjadi pilihan yang paling ideal, dan Hirarki III adalah alternatif aatau pilihan penyelesaian masalah. Ingat..!!! Penetapan hierarki adalah sesuatu yang sangat relatif dan sangat bergantung dari persoalan yang dihadapi. Pada kasus-kasus yang lebih kompleks, anda bisa saja menyusun beberapa hirarki (bukan hanya tiga), bergantung pada hasil dekomposisi yang telah anda lakukan, perhatikan contoh hierarki berikut.
Penilaian / Pembandingan Elemen
Apabila proses dekomposisi telah selasai dan hirarki telah tersusun dengan baik. Selanjutnya dilakukan penilaian perbandingan berpasangan (pembobotan) pada tiap-tiap hirarki berdasarkan tingkat kepentingan relatifnya. Pada contoh di atas, maka perbandingan dilakkukan pada Hirarki III (antara alternatif), dan pada Hirarki II (antara kriteria).Penilaian atau pembobotan pada Hirarki III, dimaksudkan untuk membandingkan nilai atau karakter pilihan berdasarkan tiap kriteria yang ada. Misalnya antara pilihan 1 dan pilihan 2, pada kriteria 1, lebih penting pilihan 1, selanjutnya antara pilihan 1 dan pilihan 3, lebih penting pilihan 3 dan seterusnya hingga semua pilihan akan dibandingkan satu-persatu (secara berpasangan). Hasil dari penilaian adalah nilai/bobot yang merupakan karakter dari masing-masing alternatif.
Penilaian atau pembobotan pada Hierarki II, dimaksudkan untuk membandingkan nilai pada masing-masing kriteria guna mencapai tujuan. Sehingga nantinya akan diperoleh pembobotan tingkat kepentingan masing-masing kriteria untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Prosedur penilaian perbandingan berpasangan dalam AHP, mengacu pada skor penilaian yang telah dikembangkan oleh Thomas L Saaty, sebagai berikut:
Dalam pembobotan tingkat kepentingan atau penilaian perbandingan
berpasangan ini berlaku hukum aksioma reciprocal, artinya apabila suatu
elemen A dinilai lebih esensial (5) dibandingkan dengan elemen B, maka B
lebih esensial 1/5 dibandingakan dengan elemen A. Apabila elemen A
sama pentingnya dengan B maka masing-masing bernilai = 1.
Dalam pengambilan data, misalnya dengan menggunakan kuisioner, prosedur
perbandingan berganda dapat dilakukan dengan menggunakan kuisioner
berupa matriks atau semantik difrensial.
Banyaknya sell yang harus diisi adalah n(n-1)/2 karena matriks
reciprocal elemen diagonalnya bernilai = 1, jadi tidak perlu disi. Pada
conoth di atas 4(4-1)/2 = 6, jadi bagian yang outih saja yang diisi.
Contoh Kuisioner semantik difrensial:
Contoh Kuisioner semantik difrensial:
Pada jenis kuisioner ini, kecendrungan pembibitan dilingkari/silang
berdasarkan bobot nya, jika sisi kiri lebih penting dari sisi kanan maka
angka yang dilingkari adalah 9-1 pada ruas kiri dan sebaliknya.
Penyusunan Matriks dan Uji Konsistensi
Apabila proses pembobotan atau “pengisian kuisioner” telah selesai,
langkah selanjutnya dalah penyusunan matriks berpasangan untuk melakukan
normalisasi bobot tingkat kepentingan pada tiap-tiap elemen pada
hirarkinya masing-masing. Pada tahapan ini analisis dapat dilakukan
secara manual ataupun dengan menggunakan program komputer seperti CDPlus
atau Expert Choice.
Kali ini kita akan lanjut membahas pada prosedur analisis secara
manual. Nilai-nilai yang diperoleh selanjutnya disusun kedalam matriks
berpasangan serupa dengan matriks yang digunakan pada kuisioner matriks
diatas. Hanya saja pada penyusunan matriks untuk analisis data ini,
semua kotak harus diisi.
Langkah pertama: adalah menyatukan pendapat dari beberapa kuisioner, jika kuisioner diisi oleh pakar, maka kita akan menyatukan pendapat para pakar kedangan menggunakan persamaan rata-rata geometri:
Langkah kedua: menyusun matriks perbandingan, sebagai berikut:
Sebelum melangkah lebh jauh ketahapan iterasi untuk penetapan prioritas
pada pilihan alternatif atau penetapan tingkat kepentingan kriteria,
maka sebelumnya dilakukan terlebih dahulu uji konsistensi. Uji
konsistensi dilakukan pada masing kuisioner/pakar yang menilai atau
memberikan pembobotan. Kuisioner atau pakar yang tidak memenuhi syrat
konsisten dapat dianulir atau dipending untuk perbaikan. Prinsip dasar
pada uji konsistensi ini adalah apabila A lebih penting dari B, kemudian
B lebih penting dari C, maka tidak mungkin C lebih penting dari A.
Tolak ukur yang digunakan adalah CI (Consistency Index) berbanding RI
(Ratio Index) atau CR (Consistency Ratio).
Ratio Indeks(RI) yang umum digunakan untuk setiap ordo matriks adalah sebagai berikut:
Langkah ketiga: uji konsistensi terlebih dahulu dilakukan dengan
menyusun tingkat kepentingan relatif pada masing-masing kriteria atau
alternatif yang dinyatakan sebagai bobot relatif ternormalisasi
(normalized relative weight). Bobot relatif yang dinormalkan ini
merupakan suatu bobot nilai relatif untuk masing-masing elemen pada
setiap kolom yang dibandingkan dengan jumlah masing-masing elemen:
Maka bobot relatif ternormalisasi adalah:
Dimana CI adalah indeks konsistensi dan Lambda maksimum adalah nilai eigen terbesar dari matriks berordo n.
Nilai eigen terbesar adalah jumlah hasil kali perkalian jumlah kolom
dengan eigen vaktor utaman. Sehingga dapat diperoleh dengan persamaan:
Setelah memperoleh nilai lambda
maksismum selanjutnya dapoat ditentukan nilai CI. Apabila nilai CI
bernilai nol (0) berarti matriks konsisten. Jika nilai CI yag diperoleh
lebih besar dari 0 (CI>0) selanjutnya diuji batas ketidak
konsistenan yang diterapkan oleh Saaty. Pengujian diukur dengan
menggunakan Consistency Ratio (CR), yaitu nilai indeks, atau
perbandingan antara CI dan RI:
Nilai RI yang digunakan sesuai denan ordo n matriks. Apabila CR matriks
lebih kecil 10% (0,1) berarti bahwa ketidak konsistenan pendapat masing
dianggap dapat diterima.
Penetapan prioritas pada masing-masing hirarki
Penetapan prioritas pada tiap-tiap hierarki dilakukan melalui proses
Iterasi (perkalian matriks). Langkah pertama yang dilakukan adalah
merubah bentuk fraksi nilai-nilai pembiobotan kedalam bentuk desimal.
Agar lebih mudah difahami, kita menggunakan salah satu contoh data hasil
penilaian salah seorang pakar seperti contoh berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar